Dunia Sophie | Ulas Bukuku
Saat pandemi kegabutan saya berada pada puncaknya. Berbagai jenis konten di Youtube sempat saya kunjungi. Tidak terkecuali Ngaji Filsafat yang dipandu oleh Dr. Fahruddin Faiz. Saya cukup betah singgah di sana. Walaupun sebagian besar hanya saya selesaikan sebagai teman tidur. Jujur saja, insomniamu juga mungkin bisa sembuh saat menyimak ini pertama kali. Sampai pada satu tema, Pak Faiz mulai membahas tentang bagaimana mengenal filsafat. "Dunia Sophie" karya Jostein Gaarder menjadi buku yang beliau rekomendasikan.
Singkat cerita akhirnya bisa juga saya meminang satu buku ini. Memiliki ketebalan 800 halaman dengan pendekatan sebagai novel. Tetapi tetap saja isinya perjalanan filsafat. Perlu waktu lebih dari delapan bulan bagi saya untuk menyelesaikannya. Satu-dua bab pertama selalu saja menjadi bagian adaptasi terlama saya setiap berjumpa dengan buku atau penulis baru. Pernah beberapa minggu sama sekali tak tersentuh. Pernah juga berhari-hari membolak-balik halaman yang sama. Antara keinginan menyerah dan penasaran. Seperti penggalan lirik Budak Engagement, "konsistensi adalah kunci".
Novel ini menceritakan perjalanan seorang anak 14 tahun bernama Sophie Amundsend mempertanyakan berbagai hal dasar yang mungkin selama ini terabaikan. Dibantu seekor anjing, Hermes, Sophie mencoba memecahkan "surat-surat tantangan" dari sosok Alberto.
Kurang-kurangnya seperti itu kisah yang ada dalam novel "Dunia Sophie" ini. Oh, ada lagi satu yang saya ingat. Analogi mengenai keingin-tahuan. Dalam novel ini dianalogikan bahwa kita tengah berada di permukaan kulit kelinci putih Sang Pesulap. Banyak dari kita yang menjalani hidup begitu saja tanpa ingin tahu apa yang ada di luar rambut kelinci. Mereka para filosof-lah yang berjuang menaiki rambut-rambut kelinci untuk menguak kebenaran.
