Desawarnana (Saduran Kakawin Nagarakertagama) | Ulas Bukuku
Satu buku terbitan Komunitas Bambu yang entah kapan sempat saya baca. Biasanya momen pertama membaca sebuah buku memiliki kesan tersendiri yang mau tidak mau nyempil di kotak ingatan atau paling tidak saya bubuhkan tanggal di bagian kolofon atau sekitarnya. Mungkin satu-dua tahun lalu. Toh, juga tidak terlalu penting.
Hal yang penting adalah bagaimana dedikasi seseorang menyadur Kakawin Nagarakertagama menjadi bacaan yang cukup mudah dipahami orang awam atau remaja sekali pun. Pak Mien dengan luwesnya menceritakan kembali isi satu karya klasik ini sehingga ringan diterima. Segala penyebutan tentang kota, tumbuhan, hewan, dan lain-lain oleh Pak Mien telah disesuaikan dengan sebutan populer sekarang.
Melalui Desawarnana ini kita dapat menilik kembali bagaimana kehidupan bangsa Majapahit di era Mpu Prapanca. Sebagai pembaca kita akan terlebih dahulu dikenalkan dengan keluarga raja. Kemudian, kita akan diajak berkeliling menyambangi puri-puri di Ibu Kota. Tidak lupa juga dijelaskan mengenai daerah teritori kerajaan yang begitu luas.
Setelah mengenal profil kerajaan dan sanak keluarga raja, saatnya kita diajak berkeliling. Seingat saya, tujuan dari safari ini salah satunya adalah ziarah ke warisan leluhur. Dalam peristirahatan selama perjalanan, kita akan menyaksikan keindahan pantai, kondisi desa-desa Majapahit, dan perburuan yang menjadi hiburan para raja.
Peristiwa besar seperti berpulangnya Gajah Mada juga terekam di sini. Gajah Mada meninggal dikarenakan sakit keras yang tak tersembuhkan. Sebab pencapaian dan kinerja yang luar biasa, posisinya sebagai adimenteri sudah diputuskan oleh Sang Prabu tidak akan diisi. Sebgai gantinya beliau sendiri yang akan mengemban tanggung jawab itu dan mengangkat beberapa menteri lain sebagai pembantunya. Dikisahkan bahwa keputusan ini cukup memuaskan rakyat dan membawa dampak yang lebih baik bagi kerajaan.
Majapahit juga gemar menggelar pesta. Selalu ada pesta besar yang dihelat setiap tahun. Mungkin, hal ini juga yang terbawa dalam DNA bangsa Indonesia, semua hal harus dirayakan. Tidak tanggung-tanggung, pesta akan digelar selama tujuh hari tujuh malam berturut-turut. Rakyat dari berbagai penjuru akan datang memenuhi alun-alun. Setiap sudut bangunan dan jalan tak luput dari hiasan.
Daging kambing, kerbau, rusa, babi hutan, ikan laut dan ikan tawar, ayam, itik, lebah madu, dan lain-lain tersaji melimpah untuk hadirin. Ada pula daging anjing, kura-kura, tikus, katak, dan cacing yang disajikan bagi beberapa mereka yang suka dan tidak terikat ajaran agama purba. Tersedia pula berbagai jenis minuman seperti nira nyiur, lahang dan tuak siwalan, arak aren, kilang tebu, dan brem beras.
