Rolasan Sepuluh Malam Terakhir Ramadan
Rolasan adalah kata yang biasa dipakai para pekerja untuk istirahat dan makan siang yang merujuk pada waktu jam dua belas siang. Tulisan ini adalah upayaku untuk mendokumentasikan kegiatan sepuluh malam terakhir di masjid kami. Espesiali dari sisi kuliner. Hidangan yang disajikan untuk mengisi kembali tangki energi jamaah yang menghendaki hambayang sampai tengah malam, bahkan dini hari. Selamat membaca dan semoga kebaikan selalu berpihak pada mereka yang mengupayakannya.
Kamis, 20 Maret 2025
Menu hari ini diprakasai oleh Mbok Yam, anaknya, & mantunya. Tak perlu diragukan lagi bahwa akan ada rambak yang turut eksis mengingat ketiganya keluarga juragan rambak. Seret. Satu paketnya terdiri dari nasi, semur yang ditelur, acar, kreni, jeruk, dan primadona kita, si rambak. Sayang, aku yang malam ini datang terlambat kebagian beberapa sisi nasi yang kami sebut mlethis. Bukan pera, tapi lebih ke kurang air. Kering. Syukurlah, hal itu tidak menghancurkan kenikmatan satu kotak penuh.
Di dalam sambel glindhing yang tidak sepedas kritik dosen itu terselip beberapa lembar rambak yang sudah lemas. Semur yang ditelur juga cukup kuat mengimbangi, manisnya pas. Jika kreni dan semur yang ditelur adalah tesis dan anti-tesis, acar menjadi katalis sintesis. Rasa segar dari paduan cuka, timun, nanas, wortel, dan cabai membuat lidah bersedia mendamaikan kreni dan semur yang ditelur. Tidak lupa sebutir jeruk yang menutup sajian malam ini dengan tenang dan penuh kenyamanan.
Jumat, 21 Maret 2025
Jatah hari milik Bu Atik dan Mbak Huril. Tidak ingin repot memasak, praktis keduanya memesan bakso. Bakso Kaila. Biasa mangkal di sisi timur Pasar nJodog. Sialnya aku tidak sempat mem-foto karena asik nyinom dan makan. Semoga Bu Atik juga membungkus untuk dibawa pulang agar bisa aku foto.
Gerobak bakso sudah rapi sejam sebelum jadwal makan tengah malam. Si Empunya sudah sibuk menyiapkan puluhan mangkok. Aroma kuah yang gurih dari rebusan tulang dan rempah itu tanpa permisi masuk dan memenuhi masjid. Jamaah mulai gelisah, tidak bisa lagi fokus pada pemateri. Pemateri mengaku kalah, beliau selesaikan 15 menit lebih cepat mempersilakan kami membagi mangkuk-mangkuk penuh bakso.
Dalam satu mangkuk berlogo mata roda itu berisi segenggam mi kuning, bebarapa irisan tahu, tiga butir bakso kering kecil, satu butir bakso kecil, dan satu bakso besar yang merekah indah. Tak lupa juga beberapa potongan sawi, dan taburan seledri serta bawang goreng. Kesemuanya itu disiram dan tenggelam dalam kuah bening yang gurih. Nikmat mana lagi yang kamu dustakan!?
Kenikmatan tidak hanya berhenti di situ. Masih ada sambal, saus tomat, dan kecap. Mereka berkeliling menyambangi tiap mangkuk jamaah, melayani sesuai permintaan. Warna kuah mulai bervariasi. Mulai dari bening sampai ada yang merah menyala atau cenderung gelap sesuai selera. Sejurus kemudian mangkuk-mangkuk itu licin dan dengan takzim saling bertumpuk. Satu hal yang tidak boleh kami lupa syukuri. Ringan waktu ngloroti, membereskan kembali mangkuk dan uba rampe-nya. Tak perlu lagi membagi mangkuk yang ditumpuk dan digunakan untuk menampung sisa isinya.
Sabtu, 22 Maret 2025
Konon di hari ketiga ini giliran Mas Adam dan keluarga. Sate lontong. Sederhana dan penuh mengisi. Satu porsi dibungkus dengan kertas minyak ditambah kerupuk ikan free refill. Otak rakus kami selalu saja bekerja dengan baik. Penyelundup-penyelundup kecil itu sudah terampil. Bersenjatakan alasan menyimpan porsi berlebih untuk jaga malam yang tidak pernah mendapat penolakan. Selalu ada porsi kedua atau ketiga untuk nanti. Toh, mubazir itu temannya setan. Hahaha
Satu porsi itu disusun oleh lima tusuk sate ayam, beberapa potong lontong, dan sebungkus sambel kacang -kami lebih akrab menyebutnya sambel daripada saus. Nampak ada yang kurang? Yap, sambal. Tapi tidak apa, hidup masih bisa kita nikmati tanpa kehadiran sambal. Kenapa pula kita harus ketergantungan dengan sesuatu yang membakar mulut itu? Sesekali tidak ada juga tidak apa-apa, kan.
Setiap daging ayam dalam masing-masing tusuk matang sempurna, sesempurna matangnya seorang bapak menghadapi anak bungsunya. Lontong yang padat dengan harum daun pisang sangat nyaman dikunyah bersamadagingnya. Sambel kacang dengan viscositas yang pas. Bukan yang meluber tak terkendali atau yang kaku hingga susah berbaur, pas. Disusul oleh kerupuk ikan yang tebal nan gurih. Kukira pisuhan-pisuhan bisa cukup lama tertahan hanya dengan kombinasi keempat elemen ini.
Minggu, 23 Maret 2025
Kali ini aku tidak bisa mengulas banyak karena absen untuk mengejar deadline proposal serta tuntutan per-srawungan dusun. Informasi yang aku dapat hanya sebatas foto dan testimoni dari Ibuk. Aku akan berikan paparan secara kasat mata berdasarkan gambar yang dikirim melalui WhatsApp. Terlihat bahwa menu malam ini umum dikategorikan dalam kelas "nasi kotak". Adapun rincian anggota di dalamnya ada nasi (tentu saja), ayam bakar (bagian dada, tidak penting apakah sisi kanan atau kiri), sambal, lalapan, hidangan penutup berupa agar (tanpa supaya). Tebakanku saja, bahwa agar yang digunakan mengandung perisa mangga yang nampak dari warna dan kebiasaan masyarakat sekitar yang kerap menggunakan sebelumnya. Paragraf berikutnya akan aku sampaikan berdasarkan kesaksian dan testimoni Ibuk.
Oh, alangkah besar kasih Ibuk. Tidak hanya dibawakan cerita, anaknya ini beliau bawakan juga jatah makan malam itu. Entah apa nama menu ayam itu, yang jelas tidak ada jejak bekas bara setelah dipanggang. Lebih mirip ayam kecap. Seerta tebakanku tentang rasa agar-agar itu ternyata keliru. Rasanya bukan mangga, melainkan jeruk. Ah, jumawa sekali asal menebak makanan hanya melalui gambar.
Senin, 24 Maret 2025
Kembali keluarga Mbok Yam yang lain mendapat jatah menghidupkan malam ini featuring beberapa keluarga lain. Harapan akan gudeg yang legit bersanding dengan rambak nan renyah itu membuncah kembali. Tapi, apalah dikata, sepertinya kondisi negara memang sedang tidak baik-baik saja. Harapan itu harus pupus kembali.
Menu malam ini hampir sama dan mungkin mengadaptasi menu Mbok Yam di hari pertama. Bukan telur yang disemur (ini juga sebagai ralat menu pertama), melainkan lebih ke dimasak gudeg. Manis dan pekat warna coklatnya baru aku sadari berbeda setelah membuka se-soblog gudeg manggar karya Budhe Partini. Fix, itu telur yang dimasak dengan cara gudeg. Selain itu, ada juga kreni yang sedikit lebih pedas dari kreni pertama. Serta sebuah pisang sebagai pencuci mulut. Oh ya, bintang malam ini justru lebih berhak disandang oleh kerupuk rambak. Kerupuk rambak yang di-pack kecil dan melimpah sehingga hampir saja kami terapkan konsep all you can eat. Renyah, asin, dan gurihnya semeriah karnaval hari jadi kapanewon.
Sebagai mantan pegiat cinta lingkungan saat SMA, penggunaan styrofoam cukup disayangkan.
Selasa, 25 Maret 2025
Malam ini Tim Nobar sudah kasak-kusuk menyiapkan berbagai uborampe untuk nonton Timnas. Sejak awal datang, sudah rapi bertumpuk-tumpuk kotak nasi. Kami sempat mencari-cari siapa gerangan yang mendapat jatah malam ini. Kotak nasinya cukup besar. Entah apa yang terjadi, empunya kotak-kotak nasi itu justru tidak dapat ikut serta dalam kemeriahan malam ini.
Sembari mengisi jeda laga Timnas Indonesia versus Bahrain dalam kualifikasi piala dunia, kami membagi kotak-kotak nasi itu. Lagi pula kemenangan satu kosong di babak pertama sudah cukup bagi kami untuk melanjutkan malam.
Adapun isi dari kotak nasi ini adalah berlaukkan ayam, tumis sawi, tahu goreng dan sambel. Timun, selada, dan empat potong semangka tidak kelewatan menemani. Tidak ada yang bisa ku-review karena akan bias sebab kemenangan Timnas malam ini.
Rabu, 26 Maret 2025
Penuh keyakinan aku menebak menunya adalah ingkung karena salah satu penyokong program malam ini keluarga produsen ingkung. Namun, malam ini tebakanku meleset. Meski benar tidak ada kewajiban dari penyokong untuk menghadirkan ingkung, tetapi aku tetap saja kecewa sebab terlanjur berharap lebih.
Singkat saja. Ayam kecapnya cocok sekali dan mudah berbaur dengan sambel ijo. Selebihnya, sial aku masih kecewa.
Kamis, 27 Maret 2025
Lagi dan lagi Ibuk menyelamatkan kelengkapan dokumentasi ini. Lagi dan lagi lagi agenda Kamis-ku menghambat kehadiran. Tidak seperti Kamis sebelumnya, kali ini aku benar-benar baru pulang setelah jam sepuluh. Tidak seperti sebelumnya juga, aku lupa berpesan untuk memfoto menu malam ini. Tapi, seperti kalimat awal paragraf ini, Ibuk menyelamatkan.
Stakeholder kali ini kembali diprakarsai oleh kerabat Mbok Yam yang lain. Belajar dari kejadian sebelumnya, aku tidak banyak berharap. Toh, aku juga tidak bisa datang.
Sesampainya dirumah dan kubuka pesan, Ibuk sudah mengirim foto semangkuk soto dengan bihun dan daging yang masih beraturan. Aku menunggu dengan khidmat di dapur. Berharap satu atau dua jam lagi beliau pulang membawa bbungkusan soto nan tampak lezat itu. Benar saja. Beliau pulang, bahkan membawa tiga bungkus.
Aku cukup ragu sewaktu Ibuk menjelaskan bahwa daging sapi itu adalah daging sapi kurban tahun lalu. Pasalnya aku cukup sensitif dengan bau daging yang tidak fresh atau salah olah. Baunya benar-benar susah ditolerir oleh hidung pemakan segala ini. Namun, demi kelengkapan data akan aku usahakan (sangar ra?).
Kuah yang penuh kaldu itu aku panaskan dan cicip. Aroma gurih yang menguar jelas tidak bisa dibantah. Kuahnya yang segar dan ringan pun begitu. Tantangannya masih sama. Daging. Dengan segenap tekad, kuah itu aku siram ke mangkuk yang sudah berisi nasi, bihun, dan potongan daging. Paduan itu mulai aku aduk hingga bercampur rata.
Suapan pertama, sebagai pemanasan, potongan daging itu aku hindari. Fasis dan diskriminatif. Begitu pula saat suapan kedua, meski sendok sempat hendak ikut mengangkat satu potong daging masuk ke mulut. Benar memang kepercayaan susah dibangun. Baru pada suapan ketiga sepotong daging mendapatkan kesempatannya. Dan mengejutkan. Justru tidak muncul rasa daging sama sekali. Hanya tekstur serat daging dan rasa manis. Sejak itu aku melahapnya dengan nyaman dan demokratis.
Jumat, 28 Maret 2025
Hujan turun terlampau derasnya. Beberapa kawasan dikabarkan banjir. Kami, orang serumah tidak ada yang berangkat. Kebetulan juga dua anggota baru pulang dari rantau. Lengkap sudah alasan kami tetap berdiam di rumah.
Malam ini adalah bagian Yu Jum untuk tampil. Seorang juru masak yang sekaligus membuka warung bakmi di Jl. Samas. Kali ini aku sempat menebak berdasarkan data tahun-tahun sebelumnya. Forecasting. Nasi goreng atau Magelangan. Tidak akan di luar antara keduanya. Keyakinan itu tentu sudah berdasar kuat.
Tanpa Ibuk dan seseorang yang aku titipi pesan, malam ini terlewat begitu saja. Gelap. Hanya ada bayangan dari tahun-tahun lalu soal menu malam ini.
Besoknya, rasa penasaranku tidak mau diabaikan begitu saja. Aku cari informasi kena mengena konsumsi semalam. Baso. Bakso kaya wingi. Bakso seperti kemarin. Karena tidak percaya dengan narasumber pertama, aku menanyakannya ke beberapa narasumber lain. Jawaban mereka sama. Menu semalam adalah Bakso Kaila seperti Jumat pekan kemarin.
Sabtu, 29 Maret 2025
Malam ini adalah malam terakhir. Beda dari malam-malam sebelumnya. Tidak ada makan berat kali ini. Cukup snack (makanan ringan) dengan kombinasi arem-arem, tahu bakso, agar-agar hijau dengan santan, dan kuku macan. Sayang, tidak ada dokumentasi untuk menu ini karena saya keburu fokus ngGibik, meratakan pekarangan guna menyongsong hari raya. Fakkk!!
Sekian. Terima kasih telah sampai di sini.







