Postingan

ORASI WISUDA

Mampus kalian, masyarakat adat! Mampus kalian, warga miskin! Mampus kalian, orang bodoh! Mampus kalian, rakyat jelata! Kami sudah jadi orang besar! Kami geret meteran Kami patok Kami sah-kan Kami gusur kalian! Kami sudah jadi orang besar! Kami retas Kami siksa Kami tembak Kami bungkam kalian! Kami sudah jadi orang besar! Cukup lima tahun sekali Kami beri janji Kami berpura membantu Kami tinggal kalian! Kami sudah jadi orang besar! Jangan harap adek kami turun demi keadilan Jangan harap guru-dosen mengajar keadilan Jangan harap rektor memihak keadilan Jangan harap keadilan Jangan harap keadilan sampai pada kalian Sungguh kami sudah jadi orang besar Bangkitlah! Bertahanlah! Berjuanglah! Berfikirlah! Berharaplah, terus berharap pada keadilan yang nyata!

AGAR SUPAYA (?) - III

01 DES 2024 ATID PUN JENGAH SELALU HARUS DIA YANG SIBUK MENCATAT HENDAK MENYERAH PUN TAK MAMPU SEBAB SUDAH TUGAS DARI TUHAN BENARKAH DOA-MU SEMALAM? BENARKAH LAKUMU SESUAI? YANG DITANYA NORMALNYA MANUSIA

PARABAN

 Paraban atau nama panggilan lumrah adanya dalam pergaulan. Biasanya sebuah panggilan berasal dari fisik, plesetan dari nama asli, kebiasaan, hingga profesi. Terlebih paraban ini umumnya berkonotasi negatif. Namun, keakraban tongkrongan justru sangat terlihat dari bagaimana satu sama lain memanggil dengan paraban ini. Tidak ada lagi halangan senioritas atau derajat lain. Suasana nampak cair dengan paraban. Tentu si pemilik paraban juga harus berdamai dulu dengan parabannya. Eko dipanggil kodok. Yuli dipanggil Yulek. Itu dua contoh paraban yang umum dipakai di kalangan orang Jawa. Namun, terlepas dari itu di kampung penulis dulu pernah hidup seorang legend pemberi paraban, Lik Surat namanya. Btw, Surat itu nama aslinya. Memang ada beberapa orang yang sejak lahir namanya lumayan unik, salah satunya beliau. Karir Lik Surat dalam memberi paraban sudah dimulai sejak era 70-an sampai 2010-an. Hampir semua orang tua kami yang hidup sejaman dan pernah bergaul dengannya mengaku bahwa beliau...