Laki-Laki Memang Tidak Menangis, Tapi Hatinya Berdarah, Dik | Ulas Bukuku
Sebelumnya saya tak kenal siapa Rusdi Mathari. Bahkan, mungkin beberapa tahun setelah membaca dua bukunya pun saya tetap tidak tahu seberapa terkenalnya beliau di kalangan sastra. Baru akhir-akhir ini banyak berkelebatan ulasan tentang buku-bukunya di media sosial. Selain kumpulan esai ini, satu lagi yang pernah saya kenal berjudul "Aleppo". Mungkin beberapa bulan sebelum pandemi atau sesaat setelah pandemi kedua buku itu mulai saya jamah. Rusdi tidak menggunakan diksi-diksi yang mewah. Esainya ditulis dengan bahasa yang bahkan tidak baku. Dia orang yang bebas. Tidak ada aturan jumlah minimal kalimat dalam satu paragraf. Juga tidak ada aturan jumlah minimal paragraf dalam satu esai. Esainya sering terdengar puitis, tapi tak jarang mirip cerpen. Entah bagaimana beliau mendurutkan susunan esai-esainya.